BERKEMAH DIGUNUNG BATU
Oleh Gioveny Astaning Permana
Oleh Gioveny Astaning Permana
Sekali-kali bolehlah kita liburan ke Bogor dan menginap di wisata alamnya. Wisata ke Bogor kali ini membutuhkan kewaspadaan maksimal. Walaupun hanya bermalam sehari, namun tetap saja harus ada persiapan barang yang dibutuhkan dan pembagian tugas belanja hohoho. Daftar pertama yang harus dibeli adalah air, karena di Gunung Batu tidak ada sumber mata air. Kami berdelapan masing-masing membawa dua botol air ukuran 1,5 liter. Tissue basah, senter, dan trash bag juga tidak boleh dilupakan. Dari asrama yang berlokasi di Desa Tangkil, Kecamatan Citeureup, kami berangkat pukul 16.30 WIB pada hari Jumat. Menjemput tenda terlebih dahulu di persimpangan pasar Sukamakmur.
Istirahat di Mesjid
Kami pun melanjutkan perjalanan dan berhenti di Masjid untuk solat magrib dan makan nasi bungkus yang disiapkan sebelumnya. Sekeliling gelap, tak ada lampu penerangan jalan desa, rute yang kami tempuh semakin berbatu dan ada yang menanjak. Kelebihan beban pada tas gunung teman ku, membuat harus berjalan kaki menyusuri jalan tanah berbatu agar motor kuat melintas.
Perjalanan dimalam hari
Selesai solat isya di mushola yang persediaan airnya terbatas, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat kemah pukul 20.00 WIB. Gunung batu tidak terlalu dingin tapi jaket tetap harus dipakai untuk menghindari jahatnya angin malam, keringat kami bercucuran saat menapaki jalan yang terus menanjak tanpa ada bonus sama sekali. Baru beberapa langkah menyusuri jalan yang sebagian becek, kaki ku terjeblos dalam lumpur bekas hujan dan mengotori alas kaki. Harus lebih berhati-hati berjalan dalam gelap, pencahayaan yang hanya dibantu senter seharusnya cukup membantu. Satu jam perjalanan, sampailah kami di tempat kemah, ada beberapa tenda yang sudah berdiri namun ada juga yang baru sampai. Dalam gelap teman-teman berusaha mendirikan dua tenda berhadap-hadapan. Setelah tenda berdiri, sambil bercerita dan menikmati malam, kami memasak air untuk mie instan, merebus jahe, dan menyiapkan jelly untuk pagi. Kami berencana akan naik ke puncak untuk menikmati sunrise sekitar pukul 03.00 WIB. Alhamdulillah cuaca tergolong baik di musim hujan (dadakan) seperti bulan ini. Hanya gerimis yang tak terlalu mengganggu kondisi kami di dalam tenda, aman tak ada yang bocor dan teman-teman pun tidur sampai menjelang pukul setengah empat pagi.
Pemandangan Menuju Puncak
Hanya butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai di puncak dan dengan penuh perjuangan menyusuri jalan menanjak yang berbahaya jika hilang fokus sebentar saja ditambah gelap dan tak ada tali untuk berpegangan. Kami pun sampai di puncak dan memilih menunggu matahari terbit di tanah yang sedikit datar untuk bersiap solat subuh berjamaah. Disarankan juga membawa sarung tangan untuk melindungi kulit dari batu-batu yang kita pegang saat menanjak dan menuruni Gunung Batu.
Pemandangan di Puncak Gunung Batu
Perlahan-lahan matahari mulai menampakkan sinarnya. Landscape kawasan Gunung Batu pun terlihat sedap dipandang mata. Puas berfoto dan merekam video, kami turun satu per satu dengan penuh kewaspadaan karena jalan yang ditempuh tak bersahabat sama sekali. Diperkirakan jika hujan turun area ini akan becek dan sangat licin. Sekitar pukul 09.00 WIB, sebelum matahari semakin merangkak ke atas kepala, kami bersiap pulang dan memasak spagethi sebagai menu sarapan. Persediaan air masih cukup untuk melanjutkan perjalanan ke Curug Cibengang yang letaknya tidak jauh dari gerbang Gunung Batu. Hawa panas dan keringat yang mengucur deras pun sirna saat kucuran air terjun jatuh tepat di kepala. (Edited By Idham).
Dokumentasi Berkemah di Gunung Batu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar